Jakarta, Mahkamah Agung (MA) mengambil langkah tegas dengan memberhentikan sementara empat hakim dan satu panitera yang terlibat dalam kasus suap terkait vonis lepas dalam perkara korupsi minyak goreng. Langkah ini merupakan bentuk komitmen MA dalam menjaga integritas lembaga peradilan dan menegakkan prinsip transparansi serta akuntabilitas.
Juru Bicara MA, Yanto, mengumumkan kebijakan tersebut dalam konferensi pers di Jakarta. Ia menyatakan bahwa pemberhentian sementara ini berlaku selama proses hukum berlangsung. Jika nantinya pengadilan menyatakan para tersangka terbukti secara sah dan meyakinkan, maka pemberhentian akan bersifat permanen.
“Hakim dan panitera yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, langsung diberhentikan sementara. Kami menunggu hasil akhir dari proses hukum sebelum memberlakukan pemberhentian tetap,” ujar Yanto.
Kasus ini mencuat setelah Kejaksaan Agung menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Mereka terdiri atas Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan, tiga majelis hakim yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, serta dua pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto.
Penyidik menemukan adanya pemberian suap sebesar Rp60 miliar yang berasal dari pengacara korporasi besar, seperti PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group, dan PT Musim Mas Group. Tujuan pemberian tersebut adalah untuk mengatur putusan lepas (onslagt van rechtsvervolging) terhadap tiga terdakwa korporasi dalam kasus ekspor minyak kelapa sawit periode 2021–2022.
Menurut Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, uang suap tersebut disalurkan melalui Wahyu Gunawan kepada Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Arif kemudian memengaruhi majelis hakim untuk membebaskan para terdakwa.
“Putusan onslagt ini membuat terdakwa dinyatakan tidak terbukti bersalah, meskipun unsur dalam dakwaan terpenuhi. Namun majelis berpendapat perbuatan tersebut bukan tindak pidana,” jelas Qohar.
MA menegaskan bahwa lembaga peradilan sedang menjalani proses pembenahan besar-besaran. Menurut Yanto, peristiwa ini menjadi cambuk sekaligus pelajaran penting untuk menegakkan etika dan profesionalisme di lingkungan pengadilan.
“Mahkamah Agung sangat prihatin. Kami terus berupaya membersihkan institusi ini dan mewujudkan peradilan yang bersih serta profesional,” tutup Yanto.