Bumi Resources Menegaskan Operasi Tambang CPM di Palu Harus Berizin Resmi

Jakarta, PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) menegaskan bahwa kegiatan pertambangan emas yang dilakukan oleh anak usahanya, PT Citra Palu Minerals (CPM), di Poboya, Palu, Sulawesi Tengah, memiliki izin resmi dari pemerintah. Pernyataan ini disampaikan untuk merespons berbagai isu terkait operasi pertambangan yang tengah berlangsung di wilayah tersebut.

Dalam keterangan resminya pada Kamis (13/2), BRMS menyatakan bahwa CPM saat ini mengoperasikan tambang terbuka di Blok 1, Poboya, serta telah memulai pembangunan tambang bawah tanah. Direktur Utama sekaligus CEO BRMS, Agus Projosasmito, menegaskan bahwa seluruh kegiatan tersebut telah memperoleh persetujuan dari instansi terkait, termasuk kontrak karya, izin operasi produksi, studi kelayakan, serta analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

“CPM juga telah mendapatkan persetujuan lingkungan hidup berdasarkan keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait kelayakan lingkungan hidup, rencana penambangan, serta pengolahan emas di Blok 1, Poboya, Mentikulore,” ujar Agus.

Komitmen terhadap Good Mining Practice

BRMS menegaskan bahwa seluruh kegiatan pertambangan CPM dijalankan oleh tenaga ahli yang kompeten dengan menggunakan teknologi terkini. Hal ini dilakukan agar dampak negatif terhadap lingkungan dapat diminimalisasi.

Lebih lanjut, perusahaan juga mengklaim bahwa operasi tambang tersebut telah memenuhi prinsip good mining practice. Kegiatan penambangan dan pengoperasian fasilitas pemrosesan bijih emas tetap berjalan sebagaimana mestinya, dan diharapkan dapat mengalami peningkatan produksi pada tahun 2025 dibandingkan tahun sebelumnya.

Namun, aktivitas pertambangan CPM tidak terlepas dari polemik. Pada Senin (10/2), organisasi masyarakat (ormas) Front Pemuda Kaili (FPK) melakukan aksi penyegelan kantor CPM di kawasan tambang emas Poboya. Penyegelan tersebut dilakukan sebagai bentuk protes terhadap aktivitas pertambangan yang mereka nilai merugikan masyarakat dan lingkungan sekitar.

Baca juga :  Pemkot Semarang dan Wamentan Gelar Operasi Pasar Jelang Lebaran

Kontroversi Tambang Bawah Tanah

Dalam aksi protesnya, massa FPK mengikat kain kuning di gerbang depan kantor CPM sebagai simbol penyegelan secara adat. Mereka menilai bahwa rencana eksploitasi tambang bawah tanah atau underground mining oleh CPM berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi warga setempat.

Koordinator aksi, Umar Ali, menyampaikan kekhawatiran masyarakat terkait metode pertambangan bawah tanah yang digunakan, khususnya teknik blasting atau peledakan. Menurutnya, teknik ini berisiko tinggi karena dapat menyebabkan pergerakan tanah yang membahayakan infrastruktur dan pemukiman warga di sekitar area tambang.

“Aksi ini kami lakukan atas nama masyarakat dan Front Pemuda Kaili. Kami ingin menghentikan eksploitasi tambang oleh CPM, terutama penggunaan metode blasting yang dapat membahayakan masyarakat Poboya dan Kota Palu pada umumnya,” ungkap Umar Ali dikutip dari Antara.

Meski menghadapi penolakan dari sebagian masyarakat, BRMS tetap berkomitmen menjalankan operasi tambangnya sesuai dengan regulasi yang berlaku. Perusahaan juga menegaskan akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan bahwa kegiatan pertambangan berjalan dengan aman, berkelanjutan, serta mematuhi aturan lingkungan yang telah ditetapkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *