Komisi III DPR Kritik Kehadiran TNI di Diskusi Mahasiswa UIN Semarang

Jakarta, Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, melayangkan kritik tegas terhadap tindakan anggota TNI yang hadir dalam diskusi bertajuk “Fasisme Mengancam Kampus: Bayang-Bayang Militer bagi Kebebasan Akademik” yang diselenggarakan oleh mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang pada Senin, 14 April lalu. Ia menilai kehadiran aparat militer dalam acara tersebut sebagai bentuk intimidasi terselubung yang mengancam ruang kebebasan berpikir dan berpendapat di lingkungan akademik.

Menurut Abdullah, tindakan tersebut tidak bisa dianggap sebagai kesalahpahaman atau miskomunikasi. Ia menyebut peristiwa itu sebagai ancaman nyata terhadap iklim akademik yang seharusnya bebas dari intervensi kekuasaan. “Ini bukan sebagai bentuk miskomunikasi rasanya. Bisa dibilang peristiwa ini adalah intimidasi terselubung yang dapat menciptakan iklim ketakutan dan juga mengancam kebebasan berpikir dan bersikap kritis mahasiswa,” ujar Abdullah dalam pernyataan tertulis, Kamis (17/4).

Ia juga menyampaikan keprihatinan atas informasi bahwa anggota TNI sempat meminta identitas peserta diskusi serta detail topik yang dibahas. Abdullah menekankan bahwa supremasi sipil, hak asasi manusia (HAM), dan kebebasan akademik adalah prinsip-prinsip demokrasi yang wajib dihormati oleh seluruh elemen negara, termasuk institusi militer.

DPR Serukan Supremasi Sipil dan Perlindungan Kampus

Dalam pernyataannya, Abdullah mengajak seluruh civitas akademika, organisasi mahasiswa, dan masyarakat sipil untuk tetap bersikap kritis serta menjaga kemandirian ruang akademik. Ia menilai independensi kampus adalah benteng terakhir kebebasan berpikir di tengah dinamika demokrasi Indonesia. “Saya ingin menyampaikan bahwa kebebasan akademik, HAM, dan supremasi sipil adalah prinsip demokrasi yang harus dihormati oleh semua pihak, termasuk TNI,” tegasnya.

Penjelasan Resmi dari Kodam IV/Diponegoro

Menanggapi kritik tersebut, Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) IV/Diponegoro, Letkol Inf Andy, memberikan klarifikasi bahwa kehadiran aparat TNI dalam diskusi itu hanya untuk menjalankan tugas monitoring wilayah. Menurutnya, kehadiran seorang anggota Babinsa dari Koramil Ngaliyan tidak dimaksudkan untuk mengintervensi atau mengganggu jalannya diskusi.

Baca juga :  Khofifah Dorong Pembangunan 40 Sekolah Rakyat di Jawa Timur untuk Anak Keluarga Miskin

Andy menyatakan, informasi mengenai kehadiran seorang pria berbaju hitam tanpa identitas yang ikut disorot publik, bukan berasal dari jajaran TNI. “Kami meyakinkan tidak ada tindakan intervensi ataupun upaya untuk mencegah acara diskusi dan ini dibuktikan Babinsa hanya berada di depan kampus,” jelas Andy.

Ia menambahkan bahwa pemantauan dilakukan setelah beredarnya pamflet undangan diskusi yang terbuka untuk umum. “Hal ini dilakukan hanya demi menjalankan tugas monitoring wilayah, karena ada beredar pamflet Undangan Diskusi dari kawan-kawan Akademisi,” ujarnya.

Peristiwa ini mencerminkan ketegangan antara peran militer di ruang publik dan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, terutama dalam lingkungan akademik. Komisi III DPR melalui Abdullah telah menunjukkan sikap tegas dalam mengawal kebebasan sipil dan menjaga kampus sebagai ruang intelektual yang merdeka. Sementara itu, klarifikasi dari pihak TNI menjadi penyeimbang penting agar persepsi publik tetap objektif dan konstruktif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *