Jakarta, Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau lebih dikenal sebagai Tom Lembong, menyatakan penyesalannya terhadap keterlibatan salah satu hakim yang pernah menangani perkaranya dalam kasus suap vonis bebas ekspor minyak kelapa sawit (CPO).
Dalam pernyataannya di hadapan media jelang sidang lanjutan kasus dugaan korupsi importasi gula di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (14/4), Tom menunjukkan sikap tenang dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada Tuhan. “Ya itu patut disesalkan. Dari awal saya sempat bilang, kita serahkan ke Yang Maha Kuasa. Tetap percaya sama Yang Maha Adil, Maha Mengetahui. Senantiasa bersikap positif, kondusif,” ucapnya.
Hakim anggota bernama Ali Muhtarom, yang semula menjadi bagian dari majelis hakim dalam perkara yang menjerat Tom, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap oleh Kejaksaan Agung. Ia termasuk dalam tujuh nama yang diduga menerima suap senilai total Rp60 miliar untuk memengaruhi vonis bebas tiga korporasi raksasa dalam kasus ekspor minyak goreng.
Penggantian Hakim dan Proses Sidang Tetap Berlanjut
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat merespons cepat dengan mengganti posisi Ali Muhtarom. Ketua Majelis Hakim, Dennie Arsan Fatrika, dalam persidangan menyampaikan bahwa hakim Ali telah berhalangan tetap dan tidak dapat lagi memimpin sidang. Posisi tersebut kini diisi oleh Hakim Alfis Setiawan.
Langkah ini menunjukkan komitmen lembaga peradilan dalam menjaga integritas sidang dan memastikan proses hukum tetap berjalan sesuai prinsip keadilan dan transparansi.
Rangkaian Suap dan Gratifikasi dalam Dunia Peradilan
Dalam penyelidikan yang dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, terungkap bahwa uang suap diberikan oleh dua pengacara, Marcella Santoso dan Ariyanto, yang mewakili tiga korporasi besar, yakni PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group, dan PT Musim Mas Group. Dana tersebut mengalir melalui Panitera Muda Wahyu Gunawan kepada Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Direktur Penyidikan, Abdul Qohar, menegaskan bahwa suap tersebut bertujuan untuk mempengaruhi vonis agar para terdakwa korporasi dinyatakan tidak bersalah, meskipun unsur dakwaan telah terpenuhi. Majelis hakim kemudian menggunakan dalih pertimbangan subjektif untuk menyatakan bahwa kasus tersebut bukan tindak pidana.
Komitmen pada Keadilan dan Transparansi
Pengakuan Tom Lembong atas keterlibatan seorang hakim dalam kasus suap menunjukkan pentingnya evaluasi dan pembenahan sistem hukum. Sebagai mantan pejabat tinggi negara dan pelaku ekonomi berpengaruh, Tom memperlihatkan sikap kooperatif dan menjunjung prinsip moral serta keadilan.
Keterlibatan hakim dalam kasus suap menjadi sinyal penting bagi Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk memperketat pengawasan terhadap aparat peradilan. Transparansi serta akuntabilitas harus menjadi pilar utama dalam membangun kembali kepercayaan publik terhadap sistem hukum Indonesia.