Jakarta, Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Rabu (19/3). Pertemuan ini membahas revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI), yang rencananya akan disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Kamis (20/3).
Pertemuan Strategis Jelang Pengesahan
Utut mengonfirmasi bahwa RUU TNI menjadi salah satu agenda dalam pertemuannya dengan Prabowo. Namun, ia tidak merinci lebih lanjut isi pembahasan tersebut. “Iya [bahas RUU TNI]. Tapi bukan hanya itu,” ujar Utut usai pertemuan.
Ketua Panja RUU TNI ini juga enggan berkomentar lebih lanjut mengenai sikap Prabowo terkait revisi undang-undang ini. Ia meminta publik menunggu hasil rapat paripurna esok hari. “Nunggu besok lah ya. Soalnya kalau saya sudah ngomong kan enggak,” tambahnya.
RUU TNI dan Polemik Publik
Revisi UU TNI telah disepakati di tingkat Komisi I DPR, di mana delapan fraksi partai politik menyetujui pengesahan rancangan undang-undang tersebut. Meskipun demikian, berbagai kritik dari masyarakat sipil terus bermunculan.
Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah perluasan instansi sipil yang bisa ditempati oleh prajurit aktif TNI. Para pengamat menilai bahwa kebijakan ini berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi TNI seperti pada era Orde Baru. Kritik juga muncul dari berbagai akademisi, termasuk Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII), yang menilai revisi ini dapat mengancam supremasi sipil dalam tata kelola negara.
Dinamika Politik di Balik Pengesahan
Meskipun banyak penolakan dari masyarakat sipil, mayoritas partai politik di DPR tetap bersikukuh untuk mengesahkan RUU TNI. Hal ini menimbulkan spekulasi mengenai adanya kepentingan politik yang lebih besar di balik revisi tersebut.
Pengamat politik menilai bahwa pertemuan antara Utut Adianto dan Prabowo Subianto dapat menjadi indikasi bahwa pemerintah ingin memastikan kelancaran proses pengesahan. Sebagai Menteri Pertahanan dan Presiden terpilih, Prabowo memiliki peran strategis dalam dinamika ini.
Kesimpulan
Pengesahan RUU TNI dalam rapat paripurna DPR pada Kamis (20/3) akan menjadi momen penting bagi tata kelola pertahanan dan hubungan sipil-militer di Indonesia. Meskipun telah mendapatkan dukungan penuh dari partai politik di DPR, kritik dari masyarakat sipil menandakan adanya kekhawatiran besar terkait dampak kebijakan ini terhadap demokrasi dan supremasi sipil.
Publik kini menunggu hasil akhir dari pembahasan ini, apakah revisi tersebut akan membawa perbaikan bagi sistem pertahanan negara, atau justru membuka ruang bagi kembalinya dwifungsi TNI dalam kehidupan sipil.