Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mencatat prestasi besar dalam upayanya memberantas korupsi di Indonesia. Baru-baru ini, KPK berhasil mengamankan aset senilai Rp 350 miliar yang terkait dengan kasus gratifikasi yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari. Pengungkapan ini menguatkan komitmen lembaga antirasuah tersebut untuk terus memburu aset hasil tindak pidana korupsi.
Kronologi Kasus
Rita Widyasari, yang pernah menjabat sebagai Bupati Kukar selama dua periode, sebelumnya telah dijatuhi hukuman penjara terkait dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kasus ini mencuat setelah ditemukan sejumlah transaksi mencurigakan yang mengarah pada dugaan penyalahgunaan wewenang saat ia masih menjabat. Dalam perkembangan terbaru, KPK berhasil menyita aset senilai Rp 350 miliar yang diduga berasal dari hasil gratifikasi selama ia menjabat.
“Total terhitung dalam mata uang rupiah sebesar Rp 350.865.006.126. Dan seluruh uang ini disita dari 36 rekening (atas nama tersangka dan atas nama pihak-pihak terkait lainnya),” ucap Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dari keterangan tertulis, pada Selasa (14/1/2025).
Aset yang Disita
Selain itu, Tessa juga mengatakan, penyidik saat ini berhasil menyita uang asing senilai 6,2 juta Dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 102,2 miliar dari 15 rekening atas nama Rita Widyasari dan pihak terkait lainnya.
Lalu, KPK juga menyita uang senilai 2 juta Dollar Singapura atau sekitar Rp 23,7 miliar.
“Dari uang tersebut disita dalam 1 rekening atas nama pihak terkait lainnya,” ucap Tessa. Ia mengatakan, uang tersebut disita karena uang yang tersimpan dalam rekening tersebut diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi.
“Hingga sampai saat ini kami akan terus menelusuri aset-aset lain yang mungkin masih tersembunyi. Ini merupakan langkah awal untuk memastikan bahwa seluruh hasil tindak pidana korupsi dapat ditarik kembali ke negara,” ucapnya.
Strategi KPK dalam Penanganan Kasus
Pengungkapan kasus ini menjadi salah satu bukti bahwa KPK semakin memperkuat strategi dalam menangani tindak pidana korupsi. Dengan mengedepankan teknologi canggih dan kerja sama dengan berbagai pihak, KPK mampu menelusuri jejak aliran dana secara efektif. Selain itu, pendekatan preventif juga dilakukan untuk mengedukasi pejabat daerah agar lebih transparan dan akuntabel dalam mengelola keuangan negara.
Menurut pengamat hukum pidana, Prof. Arif Rahman, kasus ini menunjukkan bahwa korupsi di tingkat daerah masih menjadi tantangan besar bagi penegakan hukum di Indonesia. “Korupsi seperti ini sering terjadi karena lemahnya pengawasan dan masih adanya celah dalam sistem birokrasi. Upaya seperti yang dilakukan KPK harus terus didukung,” ujarnya.
Dilihat dari kasus ini, Rita diduga mendapatkan jatah 3,3 sampai 5 Dollar Amerika Serikat (AS) untuk setiap metrik ton tambang batu bara.
Sementara, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, jatah tersebut merupakan nilai gratifikasi yang diduga diterima Rita dari perusahaan tambang. “Tentu bisa dibayangkan karena perusahaan itu bisa jutaan metrik ton menghasilkan hasil eksplorasinya. Nah, tinggal dikalikan saja itu,” ucap Asep kepada wartawan, 7 Juli 2024.
Asep juga menuturkan, dari sejumlah uang tersebut kemudian mengalir ke orang-orang yang saat ini tengah didalami penyidik. Dan Rita merupakan kepala daerah yang turut menyuap penyidik KPK Stephanus Robin Pattuju. Hingga saat ini menjadi terpidana kasus gratifikasi Rp 110 miliar dan suap perizinan kelapa sawit di Kutai Kartanegara.
Dampak Kasus terhadap Masyarakat
Kasus ini tidak hanya menjadi sorotan karena jumlah aset yang besar, tetapi juga karena dampaknya pada masyarakat di Kutai Kartanegara. Banyak pihak merasa bahwa dana sebesar itu seharusnya digunakan untuk pembangunan daerah, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Namun, justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Seorang warga Kutai Kartanegara, Ibu Lestari, menyampaikan kekecewaannya atas kasus ini. “Sebagai masyarakat, kami berharap pejabat bisa mengelola dana dengan baik untuk kesejahteraan rakyat. Kasus seperti ini sangat merugikan kami,” katanya.
Langkah Selanjutnya
KPK memastikan bahwa pengungkapan ini bukanlah akhir dari penyelidikan. Proses hukum terhadap Rita Widyasari masih terus berjalan, termasuk upaya untuk mengidentifikasi pihak lain yang mungkin terlibat. Selain itu, KPK juga akan melakukan pelelangan terhadap aset yang telah disita, dengan hasilnya akan dikembalikan ke kas negara.
“Kami tidak akan berhenti di sini. Setiap individu yang terlibat dalam kasus ini akan kami proses sesuai dengan hukum yang berlaku,” tegas Asep.
Kasus gratifikasi yang melibatkan Rita Widyasari menjadi pengingat penting bahwa kasus korupsi masih menjadi musuh besar yang harus diberantas bersama. Dengan langkah tegas dari KPK, diharapkan kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi pejabat lain untuk menjunjung tinggi integritas dalam menjalankan tugas mereka.
Masyarakat juga diimbau untuk terus mendukung upaya pemberantasan korupsi dengan melaporkan setiap dugaan penyalahgunaan wewenang yang mereka temui. Karena hanya dengan kerja sama yang kuat antara lembaga penegak hukum dan masyarakat, korupsi dapat diminimalkan, bahkan diberantas sepenuhnya.