Pemerintah Akan Impor 200 Ribu Ton Gula untuk Perkuat Cadangan Pangan

Jakarta, Pemerintah Indonesia mengumumkan rencana impor 200 ribu ton gula mentah (raw sugar) pada tahun ini. Kebijakan ini diambil untuk memperkuat cadangan pangan nasional, bukan karena adanya kekurangan produksi dalam negeri. Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menegaskan bahwa impor ini dilakukan sebagai langkah antisipatif dalam menjaga stabilitas stok gula pemerintah.

Alasan dan Dasar Kebijakan Impor

Menurut Arief, harga gula yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mulai menunjukkan tren kenaikan. Dengan kontribusi inflasi sebesar 1,4 persen, pemerintah menilai perlu adanya tambahan pasokan gula mentah.

“Importasi ini dilakukan untuk cadangan pangan pemerintah, bukan untuk konsumsi langsung. Ini langkah yang sama seperti yang dilakukan sebelumnya pada beras,” ujar Arief dalam konferensi pers di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta Pusat, Rabu (12/1).

Lebih lanjut, Arief menjelaskan bahwa impor gula mentah ini dilakukan secara bertahap agar tidak mengganggu harga jual petani tebu di dalam negeri. Ia juga menekankan bahwa produksi gula dalam negeri masih mencukupi untuk kebutuhan sekitar 4,5 bulan ke depan, namun pemerintah tetap harus mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko.

“Kita tidak boleh mengambil risiko. Oleh karena itu, impor ini diperlukan untuk menjaga keseimbangan stok nasional,” tambahnya.

Dampak dan Waktu Pelaksanaan Impor

Pemerintah memastikan bahwa impor gula akan dilakukan dengan mempertimbangkan waktu panen tebu dalam negeri. Arief menyebut bahwa panen akan dimulai pada April, dan impor raw sugar akan disesuaikan dengan masa giling agar tidak berdampak negatif terhadap harga jual petani.

“Kita harus menjamin harga petani tetap stabil. Oleh sebab itu, impor raw sugar dilakukan bersamaan dengan masa giling agar biayanya lebih rendah dan tidak merugikan petani,” jelasnya.

Baca juga :  Menko Yusril Ihza Mahendra Minta Publik Hormati Proses Hukum Hasto Kristiyanto

Saat ini, kebutuhan gula nasional berkisar antara 230 ribu hingga 300 ribu ton per bulan. Pada tahun lalu, pemerintah mengimpor sekitar 700 ribu ton gula konsumsi, sementara produksi dalam negeri mencapai 2,5 juta ton dari tebu petani lokal.

Arief menegaskan bahwa impor ini akan dilakukan secara bertahap agar tidak menyebabkan lonjakan pasokan yang berpotensi menekan harga jual petani. “Jumlah 200 ribu ton ini masih di bawah kebutuhan satu bulan, sehingga tidak akan mengganggu keseimbangan pasar,” katanya.

Kontroversi dengan Kebijakan Penyetopan Impor

Menariknya, keputusan impor ini bertolak belakang dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), yang sebelumnya menegaskan bahwa pemerintah akan menghentikan impor empat komoditas utama, yaitu beras, garam, gula, dan jagung mulai tahun ini. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mendorong swasembada pangan nasional.

Dalam rapat koordinasi bidang pangan di Makassar pada Jumat (17/1), Zulhas menegaskan bahwa ketersediaan pangan nasional masih mencukupi dan harga-harga stabil. Bahkan, beberapa komoditas seperti cabai, bawang, telur, dan ayam tersedia dalam jumlah yang melimpah.

Namun, dalam praktiknya, pemerintah tetap memutuskan untuk melakukan impor gula sebagai bagian dari strategi ketahanan pangan. Langkah ini sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk memastikan cadangan gula nasional tetap terjaga dan harga tetap stabil di pasar.

Kebijakan impor 200 ribu ton gula oleh pemerintah menjadi langkah strategis dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Meskipun sempat menuai kontroversi terkait kebijakan penyetopan impor beberapa komoditas utama, pemerintah tetap menilai langkah ini diperlukan demi menjaga ketersediaan gula di pasar.

Dengan kebijakan impor yang dilakukan secara bertahap dan mempertimbangkan waktu panen dalam negeri, diharapkan keseimbangan harga dan pasokan dapat tetap terjaga tanpa merugikan petani tebu lokal. Ke depan, pemerintah tetap berupaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor dan meningkatkan produksi dalam negeri guna mencapai swasembada pangan yang berkelanjutan.

Baca juga :  RI Alami Deflasi 0,76 Persen pada Januari 2025 Akibat Diskon Listrik 50 Persen

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *