Jakarta – Dalam momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menggelar aksi teatrikal di depan Istana Merdeka dan Mahkamah Konstitusi (MK). Aksi ini bukan sekadar simbolik, tetapi menjadi bentuk keprihatinan mendalam terhadap kondisi pendidikan nasional yang dinilai semakin memburuk.
Puluhan aktivis mengenakan kostum serba hitam serta membawa payung hitam sebagai simbol duka. Mereka menyampaikan pesan bahwa pendidikan Indonesia sedang dalam kondisi krisis. Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menyebut bahwa Hardiknas harus dimaknai sebagai momen perenungan dan aksi nyata, bukan sekadar perayaan seremonial.
“Pendidikan kita sedang tidak baik-baik saja. Ketika integritas pendidikan rapuh dan komersialisasi semakin kuat, maka kita sedang menyiapkan kehancuran bangsa dari dalam,” tegas Ubaid dalam orasi.
JPPI menyampaikan lima tuntutan kepada Presiden Prabowo Subianto dalam bentuk surat terbuka. Poin pertama adalah mendesak agar penguatan integritas dan karakter menjadi prioritas utama dalam sistem pendidikan nasional. Kedua, mereka menuntut realisasi sekolah gratis secara nasional, sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 dan Undang-Undang Sisdiknas.
Ketiga, JPPI menolak praktik komersialisasi pendidikan, termasuk penahanan ijazah dan berbagai bentuk pungutan yang menghambat akses pendidikan. Keempat, mereka meminta agar alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN difokuskan hanya untuk kementerian yang bertanggung jawab langsung terhadap pendidikan. Kelima, JPPI mendorong audit dan evaluasi menyeluruh terhadap penggunaan anggaran tersebut serta pemberantasan praktik korupsi di sektor pendidikan.
“Selama ini dana pendidikan justru banyak mengalir ke lembaga non-pendidikan. Ini tidak adil bagi sekolah-sekolah dasar dan menengah yang masih kesulitan fasilitas,” ujar Ubaid.
Temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada pertengahan 2024 mendukung kekhawatiran ini. Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, membeberkan bahwa dari total dana pendidikan untuk pendidikan tinggi, hanya Rp7 triliun yang dialokasikan ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN), sementara Rp32 triliun diserap oleh sekolah kedinasan kementerian/lembaga.
JPPI juga menyoroti sejumlah persoalan struktural dalam pendidikan nasional. Berdasarkan data Kemdikbud 2025, sekitar 3,9 juta anak Indonesia tidak bersekolah. Selain itu, 60,6 persen bangunan sekolah dasar mengalami kerusakan. Lebih dari 2,6 juta guru belum memperoleh tunjangan profesi, menurut data Dapodik 2024.
Survei Penilaian Integritas 2024 yang dilakukan KPK mencatat skor integritas sektor pendidikan sangat rendah. Hal ini menunjukkan perlunya reformasi mendalam dan kebijakan yang berani.
“Pemerintah harus berhenti terjebak pada program populis yang tidak menyelesaikan akar masalah. Pendidikan berkualitas, inklusif, dan gratis untuk semua anak bangsa harus jadi prioritas utama,” kata Ubaid menutup pernyataannya.
Aksi ini bukan hanya kritik, tetapi juga harapan. Harapan bahwa pada era kepemimpinan baru, sektor pendidikan akan menjadi fondasi utama pembangunan Indonesia yang berdaulat dan berintegritas.