Makassar, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulawesi Selatan dan Makassar untuk membuka informasi terkait pemilik Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di kawasan pesisir Makassar. Kawasan tersebut, yang terletak di atas lahan laut seluas 23 hektare di Kecamatan Tamalate, Makassar, sudah memiliki sertifikat HGB sejak 2015. Namun, BPN Makassar enggan mengungkap siapa pemiliknya.
Direktur WALHI Sulsel, Muhammad Al Amin, menyampaikan ketidakpuasannya terhadap sikap BPN yang menutup informasi ini. Ia menyebutkan bahwa pengkaplingan lahan pesisir Makassar sudah dimulai sebelum 2015, dan pada akhirnya berubah menjadi kawasan pemukiman elit di pesisir. “Saya mendesak Kanwil ATR/BPN untuk membuka informasi pemilik SHGB di pesisir Makassar. Kalau tidak, saya akan meminta kepada Menteri ATR/BPN untuk menindak tegas ATR/BPN Sulsel yang menolak memberikan informasi ke publik,” ujar Al Amin dalam wawancara dengan CNN Indonesia, Kamis (30/1).
Amin juga menyoroti bahwa beberapa perusahaan telah lama terlibat dalam pengkaplingan lahan di pesisir Makassar. Hal ini menambah kecurigaan publik tentang keterlibatan korporasi besar dalam menguasai lahan pesisir yang semestinya menjadi milik publik. “Banyak perusahaan sudah mengklaim lahan tersebut sejak sebelum 2015, dan kini menjadi pemukiman-pemukiman elite. Karena itu, semua informasi terkait SHGB di pesisir Makassar harus diungkapkan,” lanjutnya.
Tantangan Transparansi dalam Informasi Publik
Walhi menganggap bahwa sikap BPN yang menahan informasi mengenai pemilik SHGB di kawasan pesisir Makassar merupakan bentuk ketidakpatuhan terhadap instruksi Presiden yang mengharuskan pemerintah untuk membuka akses informasi publik terkait SHGB, khususnya di kawasan-kawasan yang memiliki nilai strategis seperti pesisir kota besar. Al Amin meyakini bahwa masyarakat sudah mengetahui siapa saja aktor atau korporasi yang bermain dalam bisnis di pesisir Makassar.
Namun, meskipun sudah ada dugaan kuat, Walhi tetap mendesak BPN untuk membuka informasi secara transparan. “Tidak ada alasan bagi ATR/BPN untuk menahan informasi tersebut karena SHGB adalah informasi publik yang seharusnya dapat diakses oleh masyarakat,” tegasnya.
Polemik di Balik Penutupan Informasi SHGB
Sebelumnya, BPN Makassar mengonfirmasi bahwa kawasan pesisir seluas 23 hektare di Kecamatan Tamalate sudah memiliki sertifikat HGB, yang diterbitkan pada 2015. Meskipun begitu, pihak BPN menolak untuk mengungkapkan nama pemilik SHGB tersebut. Andrey Saputra, Kepala Seksi Sengketa BPN Makassar, mengatakan bahwa informasi terkait pemilik SHGB adalah informasi terbatas yang berkaitan dengan hak perorangan. “Kami bisa memberitahukan bahwa area ini memiliki sertifikat, namun untuk pemilik dan kapan sertifikat itu terbit, mohon maaf itu adalah informasi terbatas,” jelas Andrey pada 24 Januari 2025.
Hal ini menambah kecurigaan publik tentang adanya praktik ketidaktransparanan yang dapat merugikan kepentingan masyarakat, terutama yang berhubungan dengan pengelolaan lahan di kawasan pesisir yang memiliki nilai ekologis dan sosial tinggi.