Jakarta, Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI), Utut Adianto, menegaskan bahwa perubahan dalam RUU TNI tidak bertujuan untuk menghidupkan kembali dwifungsi prajurit seperti di era Orde Baru. Sebaliknya, RUU ini justru membatasi peran militer di ranah sipil guna memperkuat supremasi sipil dalam sistem pemerintahan Indonesia.
RUU TNI dan Supremasi Sipil
Dalam jumpa pers yang digelar di kompleks parlemen Jakarta pada Senin (17/3), Utut menyatakan bahwa RUU TNI bertujuan untuk menegaskan supremasi sipil dalam konsep negara demokratis. “Kalau ada kekhawatiran mengenai kembalinya dwifungsi ABRI, itu sudah kami bahas berkali-kali. Justru, RUU ini membatasi peran TNI dalam ranah sipil,” ungkapnya.
Pernyataan tersebut juga diperkuat dalam rapat kerja antara Komisi I DPR dengan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pada Kamis (13/3). Dalam pertemuan itu, disepakati bahwa RUU TNI bertujuan memperkuat supremasi sipil dan tidak memberikan ruang bagi militer untuk terlibat dalam pemerintahan sipil di luar ketentuan yang telah ditetapkan.
DPR Menampung Aspirasi Publik
Utut menambahkan bahwa DPR telah memperhatikan semua aspirasi yang berkembang terkait RUU TNI. Ia menegaskan bahwa DPR tidak berada dalam posisi mendukung atau menolak pihak tertentu dalam pembahasan RUU ini. “Kami tidak dalam posisi untuk mendukung atau menolak pihak manapun. Semua masukan dari masyarakat dan pihak terkait sangat kami perhatikan dalam pembahasan ini,” katanya.
Lebih lanjut, Utut memastikan bahwa seluruh proses pembahasan RUU TNI telah memenuhi prosedur dan mekanisme yang berlaku. Oleh karena itu, ia menilai bahwa tidak ada yang perlu diragukan dari hasil akhir RUU tersebut. “Ketika hukum acara dan mekanisme telah terpenuhi, maka seharusnya tidak ada lagi yang perlu diragukan,” tegasnya.
Tiga Pasal yang Menjadi Sorotan Publik
RUU TNI menuai banyak perhatian dari publik, terutama terkait tiga pasal utama yang menjadi sorotan, yaitu:
- Pasal 7 – Mengatur tentang keterlibatan TNI dalam penanganan kasus narkotika.
- Pasal 47 – Membahas perluasan peran TNI di instansi sipil.
- Pasal 53 – Mengatur mengenai penambahan batas usia pensiun prajurit TNI.
Selain itu, pembahasan RUU TNI juga sempat menuai kritik karena adanya pertemuan antara pemerintah dan DPR yang dilakukan secara tertutup di salah satu hotel mewah pada akhir pekan lalu. Hal ini menimbulkan berbagai spekulasi mengenai transparansi dan keterbukaan dalam proses legislasi.
Tahapan Selanjutnya
Setelah melalui berbagai pembahasan, RUU TNI akan dilanjutkan ke tahap perumusan dan sinkronisasi oleh tim khusus. Beberapa poin dalam draft RUU masih akan ditinjau ulang sebelum dibawa ke rapat pleno untuk disahkan.
Dengan adanya penegasan dari DPR bahwa RUU ini bukan bertujuan untuk mengembalikan dwifungsi TNI, diharapkan masyarakat dapat memahami arah regulasi ini dengan lebih jelas. Meski demikian, transparansi dan partisipasi publik tetap menjadi aspek penting yang harus dijaga dalam proses penyusunan undang-undang guna memastikan bahwa regulasi yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kepentingan rakyat serta prinsip demokrasi yang dianut oleh Indonesia.