Jakarta, Kasus dugaan pemalsuan dokumen sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di wilayah pagar laut Tangerang terus menjadi sorotan. Hingga kini, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah menetapkan empat orang sebagai tersangka, yaitu Arsin selaku Kepala Desa (Kades) Kohod, Ujang Karta selaku Sekretaris Desa (Sekdes) Kohod, serta SP dan CE sebagai penerima kuasa.
Namun, publik mendesak agar penyelidikan tidak berhenti pada perangkat desa. Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, Dirtipidum Bareskrim Polri, menyatakan bahwa pihaknya masih mengembangkan penyelidikan untuk mengungkap aktor intelektual di balik keempat tersangka. Ia menegaskan bahwa tindakan pemalsuan dokumen tersebut didorong oleh motif ekonomi yang lebih dalam.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menjelaskan bahwa penerbitan SHGB atau SHM seharusnya hanya berlaku untuk tanah atau bumi. Oleh karena itu, penerbitan sertifikat di atas lautan merupakan kesalahan objek atau “error in objecto”. Menurut Abdul, penerbitan sertifikat tersebut batal demi hukum dan sudah tepat jika Menteri Agraria membatalkannya.
Lebih jauh, Abdul menegaskan bahwa proses hukum tidak boleh berhenti pada perangkat desa. Ia menyoroti potensi keterlibatan pihak-pihak dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta perusahaan yang memiliki sertifikat atas lautan. “Orang-orang BPN yang menerbitkan sertifikat dan pihak perusahaan pemegang SHM-SHGB di atas laut seharusnya turut diproses hukum,” ujarnya.
Wakil Kepala Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri, Brigjen Arief Adiharsa, mengonfirmasi bahwa penyelidikan dugaan korupsi terkait penerbitan sertifikat tersebut telah dimulai. Proses ini dilakukan setelah menerima laporan dari Dittipidum Bareskrim Polri.
Senada dengan Abdul, pakar hukum pidana Chudry Sitompul juga meminta Polri untuk mengusut tuntas kasus ini. Ia menyoroti pentingnya penelusuran aliran dana untuk mengetahui siapa saja pihak yang terlibat, baik pemesan maupun penerima dana. “Kasus ini tidak hanya melibatkan Kades, tetapi juga kewenangan BPN. Jika lahannya luas, bahkan bisa melibatkan kantor wilayah,” kata Chudry.
Chudry juga menantang Polri untuk membuktikan keseriusan mereka dalam mengungkap kebenaran. “Apakah polisi hanya ingin memuaskan masyarakat atau benar-benar membongkar semua pihak yang terlibat? Kuncinya ada pada penelusuran aliran dana,” tegasnya.
Kasus pagar laut ini menjadi ujian bagi Polri dalam menunjukkan komitmen mereka untuk memberantas praktik ilegal. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), juga diharapkan agar penyelidikan ini berjalan transparan dan tuntas.
Dengan adanya kolaborasi antarlembaga dan ketegasan aparat penegak hukum, diharapkan kasus pagar laut ini bisa mengungkap aktor utama serta aliran dana yang selama ini tersembunyi, demi keadilan dan penegakan hukum yang sebenar-benarnya.