Palangkaraya, Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Sipil (GEMAS) melakukan aksi demonstrasi menolak Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di halaman gedung DPRD Kalimantan Tengah, Palangkaraya, Senin (24/3). Sebagai bentuk protes, mereka menurunkan bendera Merah Putih hingga setengah tiang.
Aksi yang berlangsung sejak sore hari itu sempat diwarnai ketegangan antara mahasiswa dan aparat kepolisian. Massa aksi berusaha masuk ke halaman gedung DPRD melalui dua sisi gerbang yang dijaga ketat oleh pihak kepolisian. Setelah upaya yang cukup keras, massa berhasil menerobos pagar dan masuk ke halaman DPRD.
Desakan Mencabut UU TNI
Koordinator aksi, Doni Miseri, menegaskan bahwa unjuk rasa ini bertujuan untuk mendesak pemerintah mencabut UU TNI yang baru saja disahkan dalam rapat paripurna DPR pada pekan lalu. Ia menilai bahwa revisi UU TNI ini membuka peluang bagi kebangkitan dwifungsi militer, yang dinilai bertentangan dengan semangat reformasi.
“Kami menuntut agar pemerintah mempertimbangkan untuk mencabut UU TNI karena berpotensi mengembalikan peran ganda militer dalam kehidupan sipil,” ujar Doni di hadapan massa dan aparat keamanan yang berjaga.
Massa aksi menolak membacakan tuntutan mereka di depan gerbang dan bersikeras ingin bertemu langsung dengan perwakilan anggota DPRD. Namun, pintu gedung tetap tertutup, sehingga mahasiswa akhirnya berlari menuju tiang bendera di halaman gedung DPRD. Mereka kemudian menurunkan bendera hingga setengah tiang sebagai simbol duka dan perlawanan terhadap keputusan pemerintah.
Kericuhan dalam Aksi
Setelah bendera diturunkan, massa kembali berusaha memasuki gedung DPRD untuk menyampaikan aspirasi mereka secara langsung. Namun, aparat kepolisian segera memperketat penjagaan di pintu masuk, sehingga terjadi aksi dorong-mendorong. Situasi sempat memanas sebelum akhirnya massa mundur dan memilih bertahan di halaman gedung untuk melanjutkan orasi.
Aksi serupa tidak hanya terjadi di Palangkaraya. Di beberapa kota lain seperti Surabaya, Kupang, dan Tanjungpinang, massa juga turun ke jalan menolak UU TNI. Protes ini merupakan respons atas keputusan DPR yang dinilai terburu-buru dalam mengesahkan revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Kontroversi UU TNI
Pengesahan UU TNI yang baru memicu polemik karena terdapat pasal-pasal yang memungkinkan prajurit aktif untuk bertugas di luar institusi pertahanan. Hal ini dikhawatirkan dapat membuka celah bagi militer untuk kembali berperan dalam ranah sipil, seperti yang terjadi pada era Orde Baru.
Para pengunjuk rasa menilai bahwa keputusan ini bertentangan dengan prinsip demokrasi dan reformasi yang selama ini diperjuangkan. Mereka khawatir bahwa dwifungsi militer akan kembali menjadi norma, yang dapat membatasi kebebasan sipil dan mengganggu sistem pemerintahan yang demokratis.
Seruan untuk Pemerintah
Massa aksi mendesak pemerintah dan DPR untuk mendengar aspirasi masyarakat dan meninjau ulang UU TNI yang baru saja disahkan. Mereka meminta agar ada keterlibatan publik yang lebih luas dalam perumusan kebijakan yang berdampak besar terhadap demokrasi dan kehidupan sipil.
Sementara itu, aparat kepolisian mengimbau agar demonstrasi dilakukan dengan damai dan tidak mengganggu ketertiban umum. “Kami tetap mengedepankan pendekatan persuasif dalam mengamankan jalannya aksi, namun kami juga siap bertindak jika ada tindakan yang mengarah pada pelanggaran hukum,” ujar salah satu perwakilan kepolisian setempat.
Aksi unjuk rasa ini menunjukkan bahwa masyarakat masih memiliki kepedulian tinggi terhadap kebijakan yang berpotensi memengaruhi kehidupan demokrasi di Indonesia. Dengan semakin banyaknya gelombang protes di berbagai daerah, tekanan terhadap pemerintah untuk meninjau kembali UU TNI pun semakin besar.