Surabaya, Aksi demonstrasi menolak Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, pada Senin (24/3) berakhir ricuh. Sejumlah peserta aksi ditangkap oleh puluhan orang berpakaian kaos yang diduga merupakan aparat kepolisian.
Berdasarkan pantauan di lokasi, penangkapan pertama terjadi sekitar pukul 17.20 WIB. Setidaknya lima orang peserta aksi diamankan.
Polisi Berikan Peringatan Keras
Kasat Samapta Polrestabes Surabaya, AKBP Teguh Santoso, melalui pengeras suara meminta massa aksi untuk membubarkan diri. “Silakan Anda meninggalkan lokasi sebelum kami memberikan tindakan tegas,” ujarnya.
Namun, permintaan tersebut tidak diindahkan oleh massa. Beberapa orang yang belum terkonfirmasi sebagai bagian dari demonstran mulai melakukan aksi pelemparan. Sebagai respons, aparat kepolisian menembakkan air dari water cannon untuk membubarkan massa.
Puluhan orang berbaju hitam kemudian merangsek ke kerumunan dan menangkap setidaknya lima orang, yang langsung digelandang ke dalam Gedung Grahadi.
Kericuhan Semakin Memanas
Sebelum aksi penangkapan terjadi, situasi di sekitar Grahadi sudah mulai memanas sejak pukul 16.22 WIB. Sekelompok orang melemparkan botol, petasan, batu, dan molotov ke arah halaman gedung. Awalnya, demonstran melakukan orasi secara bergantian di gerbang sisi timur, tetapi tiba-tiba terjadi pelemparan dari sisi belakang.
Api sempat membakar pagar dan halaman Grahadi, tetapi langsung dipadamkan menggunakan water cannon. Hingga kini, belum ada keterangan resmi mengenai siapa yang pertama kali memulai aksi pelemparan tersebut.
Situasi semakin tidak terkendali ketika beberapa peserta aksi merobohkan kawat berduri yang terpasang di depan Gedung Grahadi. Mereka menginjak dan menjebol kawat tersebut sebelum merangsek mendekati halaman gedung dan merobek umbul-umbul yang terpasang. Polisi kemudian mengerahkan dua unit mobil water cannon dan ratusan aparat dengan perlengkapan tameng serta pentungan untuk mengendalikan situasi.
Tuntutan Massa Aksi
Dalam aksi ini, demonstran yang tergabung dalam kelompok masyarakat sipil di Surabaya mengajukan delapan tuntutan utama:
- Menolak revisi UU TNI.
- Menolak perluasan peran TNI di ranah sipil.
- Menolak penambahan kewenangan TNI dalam operasi militer selain perang, khususnya di ranah siber.
- Membubarkan komando teritorial.
- Menarik seluruh pasukan militer dari Papua.
- Mengembalikan TNI ke barak.
- Merevisi UU Peradilan Militer untuk menghapus impunitas di tubuh TNI.
- Mencopot anggota TNI aktif dari jabatan sipil.
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari aparat terkait jumlah pasti peserta aksi yang ditangkap maupun perkembangan lebih lanjut mengenai tuntutan demonstran. Aksi serupa juga dilaporkan terjadi di beberapa kota lain di Indonesia, sebagai bentuk protes terhadap pengesahan revisi UU TNI yang dianggap membangkitkan kembali dwifungsi militer.
Masyarakat Diminta Tetap Tenang
Pihak kepolisian mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi. Sementara itu, berbagai elemen masyarakat sipil terus mengawasi perkembangan situasi dan mendesak pemerintah untuk menanggapi aspirasi yang disampaikan dalam aksi ini.
Aksi di Surabaya ini menjadi salah satu dari serangkaian demonstrasi yang berlangsung di berbagai daerah, menandakan bahwa penolakan terhadap revisi UU TNI bukanlah fenomena lokal, melainkan gerakan nasional yang perlu diperhatikan oleh pemerintah.